Bagaimana dengan cinta yang lain?

| Sunday, May 12, 2013 | |
Sosok bintang kecil itu tak henti tertawa riang dihadapanku, membuatku tak bisa menahan tawaku juga. Hampir segala hal bisa menjadi lucu saat bersamanya. Ah, entahlah, aku terlalu takut mengakui sekarang, kalau ada rasa yang sedikit aneh yang mulai muncul dalam hatiku. Waktu membiarkanku merasakan rasa yang tak pernah aku mengerti pada makhluk Tuhan yang lain ini. Hanya saja, sialnya, perbedaan masih saja tidak rela melepaskan diri dari kisah cintaku. lagi-lagi cinta yang perlahan-lahan dan sembunyi-sembunyi kutanam ini juga hanyalah cinta yang aku tau hanya akan berakhir busuk. Dan juga lagi-lagi cinta ini hanya aku yang rasakan.
Seperti biasa, hari ini aku bercanda dengan bintang, kali ini aku dan bintang sedang bercerita tentang kisah lama, tentang kejadian-kejadian konyol yang pernah dialami. Namun alih-alih pembicaraan mulai beralih pada sosok lain yang sedang digilai bintang. Sepercik api cemburu menjalar dalam hatiku. Ah, mungkinkah akan tiba saatnya akulah yang digilainya. Rasanya menunggu hingga kiamat pun hal itu tak akan terjadi.
Bintang bercerita tentang sosok yang baru 1 bulan ini dekat dengannya, sosok yang lebih dewasa, yang menurutnya lebih menarik. Tahukah dia, dia telah bercerita pada orang yang salah. Aku memang seorang pendengar yang cukup baik, bahkan meskipun yang aku dengarkan justru menyakiti hatiku. Bintang telah memilih orang yang salah untuk mendengar kisahnya. Dia melukaiku tanpa menyadari itu.
Diam-diam ingatan saat baru pertama kali mengenal bintang sekitar 10 bulan yang lalu menyusup dalam pikiranku. Berawal perkenalan dingin, lalu dia menjadi mata-mata yang menyebalkan, hingga menjadi teman seperjuangan. Sedikit demi sedikit timbul kedekatan diantara kami. Hanya itu, hanya sekedar itu sampai sekarang. Sahabat, kira-kira itulah yang dia akan ucapkan bila ditanya siapakah aku. Atau bahkan hanya teman. Entahlah, aku terlalu takut menghadapi kenyataan. Atau bisa dikatakan aku selalu takut. Aku tumbuh dalam perasaan tak berarti, tak berguna. Bertahun-tahun aku menjalani hidup dengan menganggap beberapa orang amat berarti, namun bahkan tidak ada yang menganggapku berarti sama sekali. Mungkin hal itu yang membuatku kini terlalu mencari eksistensi diri. Sayangnya seperti yang tadi kukatakan, aku masih terlalu takut mengetahui kenyataan kalau aku tak pernah dianggap berarti.
Tapi diluar semua itu, aku selalu bertanya pada diriku sendiri. Salahkah bila ada rasa lain yang kurasakan pada sahabatku sendiri disaat aku masih mencintai orang lain. Ah, aku merasa begitu bitch. Tapi sungguh ini lah pilihan hatiku yang egois. Aku merasa seperti melakukan 2 kesalahan sekaligus. Aku tau aku -hatiku- salah. Karna itulah aku tak henti menghukum diriku sendiri. Menenggelamkannya dalam kegelapan, sepi, kesendirian yang mencekam. Karna hanya itu yang dapat ku lakukan untuk meredam -menahan- perasaan-perasaan yang tak pernah kuharapkan sama sekali ini. Paling tidak untuk sementara waktu...

0 comments:

Post a Comment