Kuda Galak

| Tuesday, May 14, 2013 | 0 comments |
Meja Karya, 13 Mei 2013

Siang ini, menjadi siang yang cukup menyenangkan untukku, penuh cerita tanpa jeda. Entah tawa, diam sejenak, sedikit sendu, semua menjadi satu. Merangkai kata bersama seperti adik-kakak yang tak terpisahkan. Bintang lagi-lagi membuatku melupakan sang Mentari. Meski cerita siang ini pun tak lepas dari peri yang Bintang gilai. Tapi tak apa, Bintang cukup lihai menghiburku. Aku jarang terlihat galau di depan banyak orang. Yah, sesekali pernah. Banyak kisah yang kutuliskan saja pada blog ini. Menguntai setiap cerita pada meja karya. Namun kali ini aku bercerita banyak pada Bintang. Dia pendengar yang baik bagiku.     Sifatnya yang konyol membuatku tak menyangka banyak nasehat bijak yang terlontar dari mulut uniknya itu. Hingga waktupun habis, dan senjapun mulai hadir.
Gerimis pun menyambut dengan suka cita. Sayangnya kebahagiaan gerimis tak bisa dirasakan semua orang. Di sepanjang jalan, orang-orang menggerutu pada gerimis yang seenaknya membasahi tubuh mereka. Ku pacu motorku secepat angin, takut sebentar lagi tarian hujan juga ikut menyambut senja. Mataku menangkap sosok kecil Bintang berjalan kecil-kecil ditengah tetesan lembut air yang mengetuk pelan kepalanya. "Bintang, naiklah, jangan sampai gerimis sialan ini membuat pusing kepalamu nanti!" Seketika itu senyumnya mengembang. Ah, aku rela mengorbankan apapun untuk senyum itu. Tak sampai 2 detik kemudian dia telah duduk manis dibelakangku. Tanpa membuang waktu kupacu motorku ke arah pondoknya. Sesekali dengan jail Bintang mengetuk-ngetuk helm putihku. Sekitar 5 menit kemudian, tepat didepan pondoknya, motorku berhenti,Bintangpun turun. Namun dia tak langsung masuk, kesempatan itu kupakai untuk sekedar memarahinya karna mengetuk-ngetuk helmku. Dia tertawa kecil, lalu mengucapkan "Iya, maaf dan terima kasih, Kuda Galak!" mana bisa aku menahan tawa dengan candaannya itu. Kutatap punggungnya saat dia mulai masuk kedalam pondoknya, meninggalkanku, dengan senyuman....

Semalam Begitu Terang

| | 0 comments |
Sepanjang jalan tak ada lampu yang menyala
Seluruh rumah gelap gulita
Hanya beberapa yang memiliki tenaga kedua
Banyak raga rasakan panas
Hingga pergi ke tempat mega

Pula dengan aku dan kau
Berempat kita melalang buana
Mencari tempat yang lebih teduh sejuk
Mengendarai ditengah malam bahkan tanpa bintang

Gelap tak lagi gelap
Panas tak lagi panas
Sebal tak lagi sebal
Karna kita membuat malam menjadi terang

Dengan canda yang melanda
Dengan tawa yang kita bawa
Dengan senyum yang tak hanya dikulum
Malam menjadi benderang
Bersama keluarga, semalam begitu terang

Pocong

| Sunday, May 12, 2013 | 0 comments |
Lucunya si pocong
mengumbar sumpah mencari perhatian
Katakan tak takut namun hanya menyanyi
Katakan rindu anak istri
juga mengumbar janji
Tikungan depan akan dia lewati

Lalu beralih janji lain
mimpi menjadi kepala negri
Lagi-lagi mengumbar janji
tak akan menjadi tikus dengan kantung emas ditangan

Bohong
Tak akan bohong

Setiap malam pulang malam
Pulang-pulang membawa uang
Untuk membeli kepercayaan

Bohong
Pantang berbohong

Satu janji lagi
Sambil melompat kesana kemari
Tak ada joki lagi
berdiri berbaris 

Teriakan
Gaungkan 
Cintai negri
Saat melihat kaca
Jaketpun masih usa


Sepucuk Rindu yang Kau Kirim

| | 0 comments |
Waktu tak henti berjalan
Dan aku tak henti menghitung
Tiap-tiap hari yang terlewati
Merindukan dirimu
Memaku diriku dijendela
Dengan kesan sendu menyelimuti
Menatap gerimis yang mengetuk

Setiap kenangan yang tlah berlalu
Setiap detail yang terngiang
Setiap senyum dan tatap matamu
Setiap gerak tubuhmu
Semua menjadi satu
Menjadi rindu yang kini menghantui

Sekian lama aku mengira
Hanya aku yang ingin tau kabarmu disana
Ditempat yang tak mampu kulihat
Ditempat yang tak mampu kuraih
Tanpa sadar kuikat erat bayangmu dalam hatiku

Puluhan luka telah menyayat hati
Mempertahankan sembari menghalau cinta ini
Cinta tanpa satu pun alasan untuk kusimpan
Dan beribu alasan untuk kulepas
Cintaku padamu

Namun tak pernah kusangka,
kemarin senin,
Kubuka amplop merah muda itu
Yang berisi sepucuk rindu darimu

Bagaimana dengan cinta yang lain?

| | 0 comments |
Sosok bintang kecil itu tak henti tertawa riang dihadapanku, membuatku tak bisa menahan tawaku juga. Hampir segala hal bisa menjadi lucu saat bersamanya. Ah, entahlah, aku terlalu takut mengakui sekarang, kalau ada rasa yang sedikit aneh yang mulai muncul dalam hatiku. Waktu membiarkanku merasakan rasa yang tak pernah aku mengerti pada makhluk Tuhan yang lain ini. Hanya saja, sialnya, perbedaan masih saja tidak rela melepaskan diri dari kisah cintaku. lagi-lagi cinta yang perlahan-lahan dan sembunyi-sembunyi kutanam ini juga hanyalah cinta yang aku tau hanya akan berakhir busuk. Dan juga lagi-lagi cinta ini hanya aku yang rasakan.
Seperti biasa, hari ini aku bercanda dengan bintang, kali ini aku dan bintang sedang bercerita tentang kisah lama, tentang kejadian-kejadian konyol yang pernah dialami. Namun alih-alih pembicaraan mulai beralih pada sosok lain yang sedang digilai bintang. Sepercik api cemburu menjalar dalam hatiku. Ah, mungkinkah akan tiba saatnya akulah yang digilainya. Rasanya menunggu hingga kiamat pun hal itu tak akan terjadi.
Bintang bercerita tentang sosok yang baru 1 bulan ini dekat dengannya, sosok yang lebih dewasa, yang menurutnya lebih menarik. Tahukah dia, dia telah bercerita pada orang yang salah. Aku memang seorang pendengar yang cukup baik, bahkan meskipun yang aku dengarkan justru menyakiti hatiku. Bintang telah memilih orang yang salah untuk mendengar kisahnya. Dia melukaiku tanpa menyadari itu.
Diam-diam ingatan saat baru pertama kali mengenal bintang sekitar 10 bulan yang lalu menyusup dalam pikiranku. Berawal perkenalan dingin, lalu dia menjadi mata-mata yang menyebalkan, hingga menjadi teman seperjuangan. Sedikit demi sedikit timbul kedekatan diantara kami. Hanya itu, hanya sekedar itu sampai sekarang. Sahabat, kira-kira itulah yang dia akan ucapkan bila ditanya siapakah aku. Atau bahkan hanya teman. Entahlah, aku terlalu takut menghadapi kenyataan. Atau bisa dikatakan aku selalu takut. Aku tumbuh dalam perasaan tak berarti, tak berguna. Bertahun-tahun aku menjalani hidup dengan menganggap beberapa orang amat berarti, namun bahkan tidak ada yang menganggapku berarti sama sekali. Mungkin hal itu yang membuatku kini terlalu mencari eksistensi diri. Sayangnya seperti yang tadi kukatakan, aku masih terlalu takut mengetahui kenyataan kalau aku tak pernah dianggap berarti.
Tapi diluar semua itu, aku selalu bertanya pada diriku sendiri. Salahkah bila ada rasa lain yang kurasakan pada sahabatku sendiri disaat aku masih mencintai orang lain. Ah, aku merasa begitu bitch. Tapi sungguh ini lah pilihan hatiku yang egois. Aku merasa seperti melakukan 2 kesalahan sekaligus. Aku tau aku -hatiku- salah. Karna itulah aku tak henti menghukum diriku sendiri. Menenggelamkannya dalam kegelapan, sepi, kesendirian yang mencekam. Karna hanya itu yang dapat ku lakukan untuk meredam -menahan- perasaan-perasaan yang tak pernah kuharapkan sama sekali ini. Paling tidak untuk sementara waktu...

Ternyata Kau Simpan juga Rindu itu

| Saturday, May 11, 2013 | 0 comments |
Sudah berapa lama ya, sejak perpisahan itu semakin menjauhkan perasaan yang sejujurnya tak pernah sampai. 1 bulan? kurasa lebih dari itu. Yah tepatnya sekitar 55 hari sejak terakhir kau ucapkan selamat ulang tahun untukku- dan menjadi waktu terakhir kau menyapaku, 98 hari sejak terakhir kita bertemu-meski hanya beberapa detik saja, 119 hari sejak untuk yang ke 100 kalinya aku menyadari alasan sakitnya mencintaimu, dan 350 hari sejak perpisahan itu mengakhiri segalanya.
Maaf, mungkin kau kini begitu takut padaku, yah, mengingat setiap hari aku masih menghitung waktu tentang setiap ingatan denganmu. Yang bahkan tak kau ingat sedikitpun kejadiannya. Sekali lagi hanya maaf yang bisa kuucapkan untukku. Sungguh hanya ini yang bisa membuatku bertahan. Paling tidak setiap potong kenangan ini menyadarkanku kalau aku masih memiliki eksistensi cinta.
Selama hampir setahun rinduku haus untuk bertemu. Namun ternyata setiap pertemuan kecil itu hanya membuat lukaku lebih dalam saja. Kau tak akan menyangka luka ini hampir saja memenuhi hatiku. Meski ternyata selalu akan ada ruang untuk mencintaimu lebih dalam.
Bukan tak pernah ku coba untuk menyurutkan rasa terlarang ini, aku telah mencoba, hampir beribu cara. Sayangnya rasa ini terlalu egois untuk mengalah.Maaf.
Aku tahu betapa risihnya dirimu mengetahui rasa yang terus tumbuh ini. Tapi tolong jangan salahkan aku. Aku sendiri sudah cukup menghukum diriku sendiri dalam kesepian dan kesendirian karena keegoisan rasaku ini. Entah sudah berapa banyak tetes air mata yang tercipta dari luka ini, terlalu perih bila harus kuhitung juga.
Namun selama ini tak pernah kusangka, ternyata ada secuil rindu juga yang kau sembunyikan untukku. Yang baru saja 5 hari yang lalu ku tahu. Seorang peri cantik menyampaikan salammu padaku. Katanya, kau selalu menanyakan kabarku, bahkan setiap kau bertemu dengannya. Awalnya aku tak mau mempercayai itu. Namun aku tahu itu bukan hanya sekedar bualan saja, aku tahu itu nyata adanya.
Tahukah kau apa yang kurasakan? Hah! kau tak mungkin tahu! karna aku sendiri bahkan tak tahu.
Marah, Senang, Sedih, Rindu, Bahagia, Lega, Perih, Terluka, Benci, Terharu, Semua rasa bercampur menjadi satu, bahkan rasa yang sebenarnya tak ada sangkut pautnya sama sekali.
Aku tak tahu bagaimana harus kukatakan. Tapi tolong bantu aku keluar dari belenggu rasa ini. Aku sungguh sudah tak mampu bertahan lagi. Kau tahu? Cinta ini membunuhku...