Salahku

| Friday, March 14, 2014 | 0 comments |

Salahkah aku jika tak merasa bahagia
Dengan hidup yang kujalani sekarang
Dengan setiap getir yang merajai
Dengan setiap sepi yang menyertai

Salahkah aku bila tak puas
Dengan cinta yang berlimpah dari keluarga
Hingga menangis mengemis cinta
Pada dia  yang tak akan memberi

Salahkah aku bila aku terus meneteskan air mata
Dan marah serta kecewa
Ketika kawan-kawanku dulu
Kini telah tertawa lebar begitu indahnya

Salahkah aku bila....

Ya, aku salah,...

Rasaku

| | 0 comments |

Pernahkah kau merasa sendiri
Terpojok sepi tanpa ada  yang menemani

Pernahkah kau merasa tak berharga
Dibuang tanpa mampu bersuara

Pernahkah kau merasa begitu hina
Hingga semua temanmu menjauh begitu saja

Pernahkah kau begitu bertanya-tanya
Mengapa semua pergi ketika kau membutuhkannya

Dan aku disini merasakan semua yang bahkan tak pernah kau bayangkan itu
Sendiri, meski berdiri tepat ditengah ramai
Tak berharga, kau buang tanpa ku tahu mengapa
Hina, bagaikan seonggok sampah
Bertanya-tanya.... Mengapa kau pergi ketika aku membutuhkanmu?

Hampir

| | 0 comments |

Aku tak pernah tau apa arti hadirku bagimu
Arti setiap waktu yang kuberikan untukmu
Arti setiap langkah yang kubuat demi dirimu
Arti setiap tatapan yang bertemu
Arti setiap senyum yang bertamu dihatiku

Sudah dua kali bumi berotasi untukku
Untuk mencintaimu
dan memberimu waktu untuk belajar mencintaiku
Namun kau tak pernah mampu

Pernah ada hati lain yang singgah
Namun dirimu masih yang terindah
Masih belum bisa membuatku lelah
menunggu dirimu

Tapi kupikir hampir habis waktu yang tercipta
Kini waktuku menarik kembali hatiku
Yang kutitipkan padamu
Kini waktuku menggambul kembali hati yang telah membusuk itu

Untuk Kawanku yang Melangkah Menjauh

| Friday, March 7, 2014 | 0 comments |

Aku tak tahu mengapa kau mengindariku
Tak pernah kumengerti alasanmu
Tiba-tiba menguap menjadi buih
Dari lautan canda kita

Ini bukan sebuah kisah cinta
Meski ada bumbu itu disana
Ini tentang sebuah persahabatan
Ketika tadinya tawa bisa mengatasi segala badai
Namun kini kabutpun tak bisa kita halau

Masih ingatkah kau kala itu
Kau rangkul aku dalam tawamu
Lagu yang kita nyanyikan dengan sumbang
Hal-hal kecil yang kita tertawakan
Kebahagiaan yang kita tebarkan

Mungkin kau lupa
Tapi setidaknya aku ingat
Dan aku yakin itu nyata
Kata persahabatan yang mengikat kita

Tapi mungkin kau bahkan tak pernah rasakan semua
Karena bagimu semua hanya angin lalu
Kalau ini semua memang sesepele itu bagimu
Bagaimana bisa kita lewati waktu yang tlah berlalu
Aku tak mengerti, dan aku merindu
Merindu dirimu yang dulu, kawan
Ketika tangan jalang itu belum menyentuh hatimu

Kecewa

| | 0 comments |

Aku kira aku pantas
Lalu dengan senyum gemilang
Naskah itu kulayangkan
Dengan tak sabar
Kutunggu 28 hari berlalu

Tak kuduga waktu cepat berlalu
Bahkan yang kutunggu datang lebih cepat
Cukup 25 hari aku risau
Kubuka lembaran itu penuh yakin

Tangis pecah
Rasa tak percayapun meledak
Sedih tak kuasa kutahan
Kecewapun merebak

Aku pernah kecewa
Tapi kini begitu menyedihkan
Jalan yang kuyakini seolah runtuh tiba-tiba
Lalu aku harus menapak dimana?
Bila aku tak layak berjalan terus pada jalan ini

Meja Pikiran, Awal Maret 2014
Tuhan, jangan buat rasa kecewa ini membuntukan jalanku

Kau dan Tempat Ini

| | 0 comments |

Aku pernah membenci tempat ini
Kala aku merasa terbelenggu
Kala aku tidak bisa terlelap dengan tenang
Kala bisik-bisik terus terdengar
Kala sosokmu memata-mataiku

Aku pernah  membenci tempat ini
Ketika waktu mulai mencampakkanku
Ketika dunia mulai menjauhiku
Ketika aku mulai tak berdaya
Ketika aku terjebak dalam ramai yang asing

Aku pernah membenci tempat ini
Diawal aku mengenalmu
Diawal aku mempelajari hal yang tak berguna
Diawal aku menjelma menjadi bisu
Diawal hidupku berubah

Aku pernah membenci tempat ini
Tapi aku telah mencoba bangkit
Mulai lagi tertawa dan merangkai canda
Merangkul kawan baru, salah satunya kamu
Mulai terbiasa dengan ketidakberdayaanku
Membaur dengan ramai yang mengganggu

Aku pernah membenci tempat ini
Tapi sejak aku berubah, tidak lagi
Aku mulai nyaman disini
Tapi sejak kau berubah, tidak lagi
Aku benar-benar membenci tempat ini
Kembali membenci hal yang pernah kubenci
Dan itu karena kau berubah, kawan

Rapuh - Edisi Anti Korupsi

| Sunday, March 2, 2014 | 0 comments |

Jelas saja negara ini rapuh
Jelas saja negara ini mulai runtuh
Lah wong
Pilar-pilarnya terus digerogoti
Bahkan dari awal pondasinya juga telah dikorupsi

Mendung -Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Langit gelap tak bercahaya
Mungkin sinar matahari telah masuk ke kantong-kantong bapak pejabat
Hujan pun tak turun-turun juga
Sudah pasti air hujan juga telah ditelannnya mentah-mentah

Kuasa dan Jelata (2) Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Sirine berbunyi
Mobil-mobil berlari
Yang bersenjata berbaris rapi
Menjaga para pencuri
Orang-orang berdasi yang sembunyi
Sambil  membagi-bagi
Potongan daging sapi
Dan para jelata hanya bisa menghormati
Para kuasa yang berotak mati
Yang sedang asik korupsi
Melewati jalan negriku ini

Korupsi Uang Ortu - Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |


Tadi kularikan diriku
Membeli ini dan itu
Menuruti perintah ibu
Semua  kubayar dengan uang bapakku
Lalu kembaliannya masih dua ribu
Nyasar masuk dompetku
Kunaikkan harga belanjaanku
Kala  ibu bertanya dimana sisa uang itu
Sepertinya ibu tertipu
Lalu dengan senyum ragu
Ibu meninggalkanku
Dengan dua lembar uang baru
Di dompet lusuhku

Korban Korupsi - Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |


Disebuah jalan kecil dikota Jogja
Sesosok tubuh berdiri sedikit condong
Diatas aspal yang berlubang
Dengan jerami sebagai dagingnya
Dan batu bata sebagai kakinya
Tampak seperti orang-orangan sawah yang dipasang untuk mengusir hama
Ya, sama seperti sosok itu
Yang berdiri dengan berani untuk mengusir hama-hama negara
Bedanya bukan topi Pak Tani yang menghiasi
Justru kain kafan yang menyelimuti
Dan sebuah papan terpasang didepan dadanya bertuliskan
“Korban Korupsi”

Kisah Kampanye - Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Masih kuingat
Saat jemari itu menyalami tangan tangan kurus kami
Mengenyangkan  perut-perut kami yang tlah lama berbunyi
Mengambil perhatian raga yang kelaparan
Menerjunkan dirinya membela yang tak berdaya
Meneriakan janji-janji perubahan dengan berapi-api
Menghibur jiwa-jiwa yang menderita
Dengan senyumnya yang begitu meyakinkan
Dan tubuhnya yang gagah mulai bergerak
Merangkul semua yang selama ini dicampakan negara

Namun
Saat banyak suara telah terlena, mulai  meneriakkan namanya
Saat dia telah duduk dikursi berjudul wakil rakyat
Tak lagi  ada yang sama
Karena masa kampanye telah berakhir

Kini
Jemari itu mulai mencabik segalanya
Mencipta jutaan jeritan
Mengoyak perut yang telah kosong kembali
Jutaan rakyat yang terluka tak lagi didengarnya
Janji-janji perubahan hanya menjadi sampah di pinggiran kota
Membusuk lalu terfermentasi menjadi berbotol-botol alkohol
Yang menemaninya dengan para wanita penggoda
Disalah satu villa pribadi bertingkat tiga
Karena baginya
Setelah memegang kuasa
Rakyat bukanlah prioritas utama
Karena yang terpenting adalah menebalkan isi kantong yang telah gendut itu

Gila - Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Sekarang semua sudah gila
Semakin jauh bedanya
Yang kecil meminta-minta
Sedang yang besar semakin besar
Menjadi kaya, lalu mulai bisa membeli segalanya
Bahkan sekarang mereka
Mulai membeli undang-undang dan juga negara

dUNIA pARAREL - Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Manusia-manusia  mencicit dan bersembunyi

Dan justru tikus-tikus lah yang memakai dasi

Duduk dikursi para pejabat bejat

dan semua semakin menjadi

larut dalam uang dan kuasa

tak lagi ada kendali

dunia menjadi gila

Calon Koruptor -Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Panggung telah dipersiapkan
Puluhan amplop telah diisi
Mik telah diberdirikan
Dan lagu dangdut mulai terdengar
Dilantunkan dua penyanyi seksi yang bergoyang riang
Lalu diakhir lagu, sosok berjas itu menampakkan batang hidungnya
Meraih mik dengan tegasnya
Lalu mulai berkumandang
Dengan penuh semangat berkampanye
Lalu ditengah-tengah pidatonya, dia berteriak
“Kita berantas korupsi!”
Puluhan atau bahkan ratusan rakyat kecil yang mendengar
Ikut berseru senang, berharap besar
Sosok berjas itu tersenyum, lalu melanjutkan lagi untaian kata-katanya
Tentang hausnya Indonesia untuk berpegang pada pemimpin yang bersih
Disertai  promosi tentang diri sendiri
Tepuk tangan riuh terdengar
Sosok itu pun turun dari panggung kokohnya
Lalu menyalami beberapa pemimpin warga
Sambil menyelipkan amplop putih dalam salamnya
Orang-orang itu tersenyum lalu mengumbar janji
Akan mengelu-elukan nama sosok itu
Hingga rakyat kecilpun teguh percaya padanya

Dan aku melihat mereka, disini
Sambil hatiku menjerit pilu
Kecewa

Siapa sosok berjas itu?
Yang  pasti, dia bukan calon pemimpin bagiku
Tapi hanyalah salah satu calon koruptor

Aku dan Ingatan tentang Negriku (2) Edisi Anti Korupsi

| | 0 comments |

Inilah yang kuingat dari negeriku
Para petinggi sibuk saling melembar batu
Menyombongkan diri mencari dukungan
Baku hantam sindiran tak henti terjadi
Tawur memperebutkan kekuasaan
Yang bagaikan mantra untuk menyulap tanda tangan menjadi uang
Terinspirasi oleh para tikus tikus senior
Yang berdasi rapi
Dan masih rajin tampil di televisi
Berperan menjadi pahlawan negeri

Kata mereka yang tlah putus asa
“Sekujur tubuh negri ini tlah lapuk
Kepalanya sudah membusuk
Dan kita tinggal menunggu akhirnya saja
Akhir yang menutup semua cerita dengan tanda tanya.”

Tapi bagiku
Mungkin masih ada sedikit sisa energi
Mungkin masih cukup untuk bangkit lagi
Asal tak ada ego lagi bagi yang bertahta
Dan para rakyat bersatu berseru
Masih ada kesempatan untuk Indonesiaku
Biar yang menjadi ingatan tentang negriku
Bukan para petinggi yang memperebutkan kesempatan menjadi pencuri
Tetapi tentang Indonesia yang bebas korupsi