Paper Ospek - Plural tetapi Anti Pluralisme

| Monday, August 25, 2014 | 0 comments |


I. Contoh Kasus

Tentu kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang begitu beragam, baik keragaman suku, ras, adat istiadat maupun agama. Keberagaman atau kemajemukan inilah yang membuat seolah terbentuk kotak-kotak sosial yang menghasilkan kekhasan masing-masing dalam masyarakat Indonesia yang membedakan suatu kelompok dengan kelompok lain.
Karena hal inilah Indonesia dikenal sebagai negara yang plural. Karena arti kata plural sendiri merupakan jamak atau lebih dari satu. Kejamakan inilah yang membuat negri kita tercinta ini begitu berwarna dan kaya akan budaya yang selain dapat menjadi daya tarik, juga dapat membuat Indonesia lebih dipandang dan disegani bangsa lain.
Namun kadang keberagaman ini dapat menjadi bumerang bagi kita sendiri. Dimana perbedaan pendapat, budaya, adat, atau yang lainnya dapat memecahbelah karena tidak adanya toleransi dalam kemajemukan. Sikap atau paham yang bertoleransi, mengakui dan menerima adanya keragaman biasa kita kenal dengan pluralisme. Sikap inilah yang masih begitu langka dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung masih begitu mudah disulut atau dipanas-panasi dengan berbagai isu perbedaan suku, ras, maupun agama.
Sebagai contoh, pada pilpres 2014 kemarin, terpilihnya pasangan Jokowi-JK tentu saja menyebabkan berbagai dampak. Salah satunya, Jabatan Gubernur Jakarta yang dipegang Jokowi akan diserahkan kepada wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, atau yang lebih sering disapa Ahok. Berbagai penolakan dilayangkan, untuk mencegah naiknya Ahok menduduki kursi no. 1 di Jakarta. Tak lain dan tak bukan, begitu banyak orang menolak Ahok karena beliau merupakan kaum nasrani dan juga seorang keturunan Tiongkok.
Tentu bukan sebuah rahasia bahwa warga negara Indonesia keturuan Tiongkok yang merupakan minoritas masih kerap kali mendapatkan diskriminasi dari berbagai pihak. Ada begitu banyak sejarah kelam yang mewarnai sejarah warga keturunan Tiongkok.
Dan saat ini di depan mata kita diskriminasi kembali terjadi. Ada belasan organisasi massa yang menentang naiknya Ahok. Pluralisme yang selalu kita serukan seolah tenggelam oleh keegoisan berbagai kalangan. Dan Indonesia kembali menjadi negara plural yang anti pluralisme.


II. Opini

Masalah SARA di Indonesia cukup membuat jenuh. Rasanya tak ada henti-hentinya isu suku, ras, agama bermunculan ke publik. Terlebih terhadap kaum minoritas seperti warga negara Indonesia keturunan. Masih sering terjadi diskriminasi terhadap warga keturunan. Sikap-sikap inilah yang akhirnya membentuk kotak-kotak dalam masyarakat yang dapat merenggangkan kesatuan Indonesia. Begitu pula dalam dunia politik, umumnya warga keturunan merasa ogah dan menarik diri dalam berpolitik, bukan hanya dalam artian ‘tidak mau terjun kedalam dunia politik’ namun juga menyebabkan sikap apatis dan malas berpartisipasi sebagai warga negara. Namun munculnya Ahok menjadi gebrakan dan kejutan besar dalam dunia politik Indonesia, dan juga bagi mereka yang anti terhadap pluralisme. Dari kampung halaman hingga menjadi wakil gubernur, bahkan sebentar lagi akan naik menjadi gubernur Jakarta. Tentunya hal ini sangat merisaukan bagi mereka yang masih belum mampu menerima keberagaman di Indonesia. Masih banyak orang yang berpikir picik atau sempit, dan  menganggap suku tiongkok di Indonesia masih merupakan bangsa asing yang singgah di Indonesia. Padahal nyatanya warga keturunan tiongkok di Indonesia hampir seluruhnya telah menjadi warga negara Indonesia, yang berarti memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Termasuk pula untuk menjadi pemimpin masyarakat. Namun karena masih mengganggap warga keturunan sebagai ‘orang asing’, para antipluralisme tidak mau dipimpin oleh warga keturunan, karena bagi mereka hal itu sama seperti dipimpin bangsa lain. Sehingga muncul ketakutan-ketakutan kembali terjadinya penjajahan di Indonesia. Dan akhirnya mereka mencoba mencegah Ahok menjadi Gubernur Jakarta menggantikan Jo