Selamat
pagi, Pak. Meskipun mungkin, ini sudah tak lagi pagi. Namun kata orang-orang
ucapan yang harus sering diucapkan adalah
ucapan selamat pagi, karena mengandung semangat didalamnya. Pagi selalu
menjadi awal yang baru untuk satu hari. Menjadi waktu yang tepat untuk bangun
dan bangkit berdiri, menghadapi segala yang terjadi.
Pagi
ini aku terbangun pukul tujuh pagi, yah, cukup siang untuk seorang mahasiswa.
Tanpa mandi aku bergegas pergi. Menyalakan motorku yang siap membawaku berlari.
Sial, bensinnya hampir habis. Padahal uang sakuku mulai menipis. Andai saja
transportasi umum memadai, dan tentunya lebih ramah bagi dompet lusuhku.
Segera
ku pacu motorku dengan tetes-tetes bensin terakhirnya. Ketika melewati sebuah
jalan, kulihat seorang polisi mengijinkan sebuah motor kembali melaju, meski
pengendaranya tak berhelm. Ketika kulirik kembali, selembar uang lima puluh
ribuan terselip ditangannya, siap dimasukan ke kantong dibawah perut gempalnya.
Aku berdecak sebentar sebelum kemudian kembali berkonsentrasi pada jalan
didepanku.
Lalu
aku berhenti ketika lampu merah menghadangku. Ah, sial lagi, hampir saja tadi
berhasil kuterobos lampu yang sebenarnya masih oranye itu. Aku tahu itu salah,
tapi toh, orang-orang dewasa lain juga melakukannya.
Kemudian,
pandanganku beralih pada pengamen-pengamen kecil yang menyanyikan lagu
sebisanya. Kurogoh sakuku, berharap ada sekeping-duakeping seratusan
didalamnya. Namun sebelum berhasil meraih recehan itu, kubaca sebuah papan
bertuliskan “Dilarang Memberikan Uang pada Pengamen”. Kubatalkan niat
memberinya recehanku, lalu sesaat sebelum lampu berubah menjadi hijau, aku
berpikir: andai saja mereka bisa bersekolah.
Kulanjutkan
perjalananku menuju kampus. Namun jalan begitu macet tak karuan.
Kendaraan-kendaraan berhenti dibawah rambu dengan huruf P yang tertutup garis
coretan. Aku tertawa sebentar, tentu saja anak SD pun tahu itu bukan tempat
parkir.
Akhirnya
sampai juga aku dikampusku. Kupacu kaki menuju kelas diujung koridor dilantai
tiga. Kelas telah dimulai sekitar lima belas menit yang lalu. Melihat kelas
dari sudut ini, membuatku bernostalgia menuju masa SMA yang baru kutinggalkan
beberapa bulan yang lalu. Ketika kurikulum memaksa kami mengejar nilai yang
tinggi. Angka-angka yang menjadi penentu masa depan kami. Hahaha, tapi tentu
saja aku adalah seorang mahasiswa sekarang. Bukan lagi angka-angka yang
kukejar. Tapi lebih tepatnya, huruf-huruf pertama dari deretan alphabet, A dan
B, jangan sampai C, D, apalagi E.
Pulang
kuliah adalah saat yang paling ditunggu. Santai beristirahat, atau mungkin main
dengan teman-teman, menghamburkan sebagian uang yang dengan susah payah
dikirimkan orang tua di kampung halaman. Untuk hari ini aku memilih pulang,
menonton televisi sepertinya lebih menyenangkan. Namun sayang, acara televisi
tak ada yang bisa ditonton. Sinetron cukup membuatku muak; cerita yang
dipanjang-panjangkan, cerita jiplakan dari karya lain, atau cerita yang tak
bermakna sama sekali. Saluran selanjutnya sedang asik menampilkan acara musik
yang seronok. kembali kuganti ke saluran yang lain, dan tampillah berita-berita
penuh sensasi dari saluran provokatif, perang politik diatas panggung drama negeri.
Beberapa bulan terakhir, berita-berita timpang itu telahsukses membuat rakyat
menjadi bingung, marah, dan resah. Tombol power menjadi sasaran selanjutnya
untuk kutekan. Membuat layar menjadi hitam dan terbungkam.
Hari
sudah hampir berakhir, setelah beberes, aku memilih mengistirahatkan tubuh muda
yang lelah ini. Lampu telah dipadamkan, mata sudah siap dipejamkan. Namun suara
musik keras mengusik usaha tidurku. Sudah setiap malam sebenarnya ini terjadi,
sekitar pukul sepuluh pasti suara musik dengan bass yang dahsyat akan mulai
terdengar. Dan café diseberang jalan itu baru akan menghentikan live music nya
ketika jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Aku pun bertanya-tanya, sudahkah
tempat itu mendapat ijin keramaian? Atau ijin gadungan kah yang sudah mereka
kantongi?
Kupaksa
mataku terpejam, karena besok juga akan menjadi hari baru. Satu hari lagi telah
berhasil kulewati. Selamat Malam, Pak Presiden, jalanilah pagi-pagimu, hingga
lima tahun lagi, malam akan memelukmu dalam keberhasilan memimpin Indonesia.