Kisah Satu Hari untuk Pak Presiden

| Thursday, October 2, 2014 | |
Selamat pagi, Pak. Meskipun mungkin, ini sudah tak lagi pagi. Namun kata orang-orang ucapan yang harus sering diucapkan adalah  ucapan selamat pagi, karena mengandung semangat didalamnya. Pagi selalu menjadi awal yang baru untuk satu hari. Menjadi waktu yang tepat untuk bangun dan bangkit berdiri, menghadapi segala yang terjadi.
Pagi ini aku terbangun pukul tujuh pagi, yah, cukup siang untuk seorang mahasiswa. Tanpa mandi aku bergegas pergi. Menyalakan motorku yang siap membawaku berlari. Sial, bensinnya hampir habis. Padahal uang sakuku mulai menipis. Andai saja transportasi umum memadai, dan tentunya lebih ramah bagi dompet lusuhku.
Segera ku pacu motorku dengan tetes-tetes bensin terakhirnya. Ketika melewati sebuah jalan, kulihat seorang polisi mengijinkan sebuah motor kembali melaju, meski pengendaranya tak berhelm. Ketika kulirik kembali, selembar uang lima puluh ribuan terselip ditangannya, siap dimasukan ke kantong dibawah perut gempalnya. Aku berdecak sebentar sebelum kemudian kembali berkonsentrasi pada jalan didepanku.
Lalu aku berhenti ketika lampu merah menghadangku. Ah, sial lagi, hampir saja tadi berhasil kuterobos lampu yang sebenarnya masih oranye itu. Aku tahu itu salah, tapi toh, orang-orang dewasa lain juga melakukannya.
Kemudian, pandanganku beralih pada pengamen-pengamen kecil yang menyanyikan lagu sebisanya. Kurogoh sakuku, berharap ada sekeping-duakeping seratusan didalamnya. Namun sebelum berhasil meraih recehan itu, kubaca sebuah papan bertuliskan “Dilarang Memberikan Uang pada Pengamen”. Kubatalkan niat memberinya recehanku, lalu sesaat sebelum lampu berubah menjadi hijau, aku berpikir: andai saja mereka bisa bersekolah.
Kulanjutkan perjalananku menuju kampus. Namun jalan begitu macet tak karuan. Kendaraan-kendaraan berhenti dibawah rambu dengan huruf P yang tertutup garis coretan. Aku tertawa sebentar, tentu saja anak SD pun tahu itu bukan tempat parkir.
Akhirnya sampai juga aku dikampusku. Kupacu kaki menuju kelas diujung koridor dilantai tiga. Kelas telah dimulai sekitar lima belas menit yang lalu. Melihat kelas dari sudut ini, membuatku bernostalgia menuju masa SMA yang baru kutinggalkan beberapa bulan yang lalu. Ketika kurikulum memaksa kami mengejar nilai yang tinggi. Angka-angka yang menjadi penentu masa depan kami. Hahaha, tapi tentu saja aku adalah seorang mahasiswa sekarang. Bukan lagi angka-angka yang kukejar. Tapi lebih tepatnya, huruf-huruf pertama dari deretan alphabet, A dan B, jangan sampai C, D, apalagi E.
Pulang kuliah adalah saat yang paling ditunggu. Santai beristirahat, atau mungkin main dengan teman-teman, menghamburkan sebagian uang yang dengan susah payah dikirimkan orang tua di kampung halaman. Untuk hari ini aku memilih pulang, menonton televisi sepertinya lebih menyenangkan. Namun sayang, acara televisi tak ada yang bisa ditonton. Sinetron cukup membuatku muak; cerita yang dipanjang-panjangkan, cerita jiplakan dari karya lain, atau cerita yang tak bermakna sama sekali. Saluran selanjutnya sedang asik menampilkan acara musik yang seronok. kembali kuganti ke saluran yang lain, dan tampillah berita-berita penuh sensasi dari saluran provokatif, perang politik diatas panggung drama negeri. Beberapa bulan terakhir, berita-berita timpang itu telahsukses membuat rakyat menjadi bingung, marah, dan resah. Tombol power menjadi sasaran selanjutnya untuk kutekan. Membuat layar menjadi hitam dan terbungkam.
Hari sudah hampir berakhir, setelah beberes, aku memilih mengistirahatkan tubuh muda yang lelah ini. Lampu telah dipadamkan, mata sudah siap dipejamkan. Namun suara musik keras mengusik usaha tidurku. Sudah setiap malam sebenarnya ini terjadi, sekitar pukul sepuluh pasti suara musik dengan bass yang dahsyat akan mulai terdengar. Dan café diseberang jalan itu baru akan menghentikan live music nya ketika jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Aku pun bertanya-tanya, sudahkah tempat itu mendapat ijin keramaian? Atau ijin gadungan kah yang sudah mereka kantongi?
Kupaksa mataku terpejam, karena besok juga akan menjadi hari baru. Satu hari lagi telah berhasil kulewati. Selamat Malam, Pak Presiden, jalanilah pagi-pagimu, hingga lima tahun lagi, malam akan memelukmu dalam keberhasilan memimpin Indonesia.


0 comments:

Post a Comment