Menguntai kalimat demi kalimat
Menjadi sebuah sajak
Yang kucipta untuk negeriku
Hanya tetesan airmata yang mampu lukiskan
Kehancuran di negeri ini
Namun seperti embun, airmataku bisu
Hanya diam menatap kegelapan yang semakin gelap
Matakupun hanya mampu menjadi saksi diam
Kerasnya kehidupan ini
Dan aku hanya mampu mengelus dada
Menyaksikan beratnya langkah
Yang harus mereka buat
Demi sesuap nasi kering
Yang akan menjadi santapan mereka
Sedangkan saudara-saudariku disini
Membuang sebakul nasi pulennya
Untuk dua-tiga anjing yang tengah berputar-putar
menggonggong-gonggong kecil sembari tadi
Meminta jatah mereka itu
Dan dengan rakusnya menghabiskannya
Anjing-anjing itu tak mampu menyadari
Seorang pengemis tua yang memandang lapar padanya
Pada nasi yang disantapnya
Hati ini merasa begitu pilu
Namun apalah arti sebuah protes
Jika tak ada pihak yang mendengar
Dan disinilah aku sekarang
Mencoba mencari sisa-sisa kata yang mampu ku untai
Menjadi sebuah sajak pembangkit
Agar para perut buncit mendengar
Ratapan orang-orang yang terpinggir
Dan aku hanya bisa disini, Diam....
0 comments:
Post a Comment